Jumat, 11 Maret 2011

Pendapatan Nasional


PENDAPATAN NASIONAL

Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
SejarahEkonomi
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
1. Penghitungan pendapatan nasional
Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan.
b. Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi).
c. Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X − M).

2. Distribusi Pendapatan dan kemiskinan
Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, padahal pengamatan mengenai fenomena tersebut sangat diperlukan, sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan.
Data mengenai pendapatan rumahtangga/penduduk sangat sulit didapat, untuk itu penghitungan distribusi pendapatan dilakukan dengan pendekatan pengeluaran konsumsi rumahtangga/penduduk yang didapat dari data Susenas.
Bank Dunia memberikan 3 (tiga) kriteria penyebaran pendapatan penduduk yaitu 40 persen penduduk berpendapatan rendah, 40 persen penduduk berpendapatan sedang dan 20 persen penduduk berpendapatan tinggi. Menurut Kriteria Bank Dunia, jika 40 persen penduduk terendah memperoleh : kurang dari 12 persen dari total pendapatan maka distribusi pendapatan dikatakan buruk (tingkat ketimpangan tinggi); antara 12 persen sampai dengan 17 persen dikatakan berketimpangan sedang; lebih dari 17 persen berketimpangan rendah.
Meskipun begitu, 40 persen penduduk lapisan sedang/menengah dan 20 persen penduduk lapisan atas/tinggi masih menerima pembagian pendapatan relatif lebih tinggi dibandingkan 40 persen penduduk terendah, yaitu berkisar antara 35,29 persen sampai dengan 42,35 persen dari total pendapatan.
Dampak kemajuan pembangunan lebih dirasakan untuk penerima pendapatan kelompok sedang dan tinggi. Idealnya untuk kelompok penerima pendapatan sedang dan tinggi mampu mentransfer ke kelompok penerima pendapatan rendah sehingga akan lebih merata. Berdasarkan hasil Susenas, tingkat pemerataan pendapatan di perdesaan relatif lebih baik dibandingkan daerah perkotaan. Kemungkinan disebabkan sumber daya alam yang banyak tersedia di perdesaan mulai dimanfaatkan, sehingga akan berdampak terhadap perolehan pendapatan masing-masing individu.
Nilai Gini Rasio memberikan gambaran distribusi pendapatan secara menyeluruh, kurun waktu 1987-1996 nilainya berkisar antara 0,2366-0,3202. Gini Rasio untuk daerah perkotaan lebih besar dibandingkan daerah pedesaan, ini disebabkan masyarakat daerah perkotaan lebih beragam dibandingkan daerah pedesaan.
Kemiskinan
Indikator jumlah dan persentase penduduk miskin merupakan indikator makro yang menggambarkan perkembangan pembangunan dan kesejahteraan ekonomi penduduk secara umum. Jumlah desa tertinggal dapat memberikan indikasi mengenai daerah-daerah dimana penduduk miskin banyak ditemui. Kedua indikator tersebut saling melengkapi. Perlu diketahui, bahwa tidak semua penduduk di desa tertinggal adalah miskin, sebaliknya tidak semua penduduk di desa non IDT adalah tidak miskin.
Mengidentifikasi seseorang dikatakan miskin, memang bukan hal yang mudah. BPS mendefinisikan, bahwa penduduk miskin adalah mereka yang nilai pengeluaran konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan garis kemiskinan yang digunakan adalah nilai rupiah setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari ditambah dengan nilai rupiah yang hanya cukup untuk mengkonsumsi komoditi non pangan yang paling essensial.
Pembangunan yang telah berjalan di Jawa Tengah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dari 6,4 juta atau 24,17 persen pada tahun 1984 turun menjadi 4,16 juta atau 13,91 persen pada tahun 1996. Usaha-usaha yang dilakukan antara lain di sektor pertanian dengan Bimas dan Inmas, penerapan Supra Insus dan lain-lain, mampu menjadikan Jawa Tengah sebagai salah satu penyandang pangan nasional. Di bidang industri, diberikan kemudahan fasilitas kredit melalui BKK, KUD guna memberi peluang tumbuhnya industri kecil di pedesaan.
Manfaat
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.
Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.
3. Dasar-dasar perhitungan perkiraan pendapatan nasional
a. besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian (tenaga kerja, barang modal, uang dan kemampuan kewirausahawan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.
b. besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu Negara. Alat ukur yang disepakati tentang tingkat kemakmuran adalah output nasional perkapita. Nilai output perkapita diperoleh dengan cara membagi besarnya output nasional dengan jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan.
c. besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang masalah-masalah struktural (mendasar) yang dihadapi oleh suatu perekonomian.
Dalam analisis kebijakannya, istilah yang paling sering dipakai untuk pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Products (GDP). Istilah tersebut juga merujuk pada pengertian :
“Nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut.”
“the total market value of all final goods and services produced within a given period, by factors of production located within a country.” (case & fair, 1996).
Selanjutnya Tercakup dalam definisi di atas adalah ;
a. Produk dan jasa akhir, dalam pengertian barang dan jasa yang dihitung dalam PDB adalah barang dan jasa yang digunakan pemakai terakhir (untuk konsumsi).
b. Harga pasar, yang menunjukan bahwa nilai output nasional tersebut dihitung berdasarkan tingkat harga yang berlaku pada periode yang bersangkutan.
c. Faktor-faktor produksi yang berlokasi di Negara yang bersangkutan, dalam arti perhitungan PDB tidak mempertimbangkan asal faktor produksi (milik perekonomian atau milik asing) yang digunakan dalam menghasilkan output.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar