Minggu, 30 September 2012

RAHASIA JATI DIRI Setiap manusia pasti mempunyai keluh kesah tentang kehidupan yang dihadapinya dan tentu bukan tanpa alasan apa penyebab dari semua itu. Terkadang hanya didasari oleh masalah-masalah kecil (sepele). Menurut saya sih jati diri itu bisa di kaitkan dengan sifat-sifat kita, misalnya suatu sikap percaya diri di depan teman2 atau public.Jati diri itu bisa juga diartikan sebagai arah atau tujuan hidup kita,kita mempunyai prinsip dalam hidup,karena hidup untuk dijalani bukan untuk diratapi.Nah dengan adanya jati diri,kita akan tau apa dan bagaimana semestinya yang harus kita lakukan untuk kebahagian di dunia dan di akhirat kelak jangan sampai kita terjerumus kelembah hitam yang penuh kemaksiatan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencari jati diri yang sesungguhnya misalnya: 1. Ilmu Dengan adanya ilmu kita tidak akan mudah dibohongi orang.ilmu sangat penting dalam kehidupan kita, terlebih ilmu agama.ilmu agama bisa menyelamat kan kita dari kesesatan di dunia. Seperti hadis nabi SAW. Yang artinya “tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat”, tidak ada kata tua untuk menuntut ilmu.karena ilmu akan menjaga kita bukan kita yang menjaganya. 2. Optimis Optimis adalah sikap yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi persoalan hidup.orang yang mempunyai sifat optimis selalu mempunyai rasa percaya diri bahwa segala hal di masa yang akan datang akan lebih baik.Dengan sifat optimis ini akan membuat kita slalu berpikiran positif. 3. Instropeksi diri (musahabah) Nah ini tak kalah penting juga..seseorang yang mengenali diri sendiri tentu akan menyadari bahwa dirinya adalah makhluk Allah.Ia menyadari tujuan hidupnya adalah memperoleh keridhaan Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.sehingga kita tak sepantasnya berperilaku sombong,karna kita di ciptakan sama,punya akal dan nafsu.dengan adanya akal kita bisa mengendalikan nafsu.instropeksi diri gunanya untuk memperbaiki.dengan kita berinstropeksi diri kita akan mudah mendapatkan jati diri. 4. Dinamis Dinamis adalah sikap untuk terus berkembang, berpikir cerdas,giat bekerja,penuh kreasi,tidak mau tinggal diam,selalu bergerak,dan terus tumbuh dan maju.orang yang berjiwa dinamis tidak akan berpangku tangankepada orang lain.dia akan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas dirinya kearah yang lebih baik. 5. Berpikir kritis Orang yang berpikir kritis dapat menganalisis semua persoalan hidup yang dihadapi.karena berpikir kritis banyak manfaatnya antara lain: memberikan pertimbangan rasionalitas obyektif terhadap persoalan yang berkembang,berpikir sistematis,berani mengambil resiko,bersikap jujur,transparan,dan profesional dalam menyikapi pekerjaan yang di amanahkan,berani mengambil resiko,berani menyampaikan kebenaran. 6. Terbuka terhadap kritik dan saran Kita harus bisa menerima krtikan dan saran dari teman-teman ataupun orang sekitar kita,apabila kritikan dan saran tersebut positif dan bisa membuat kita lebih baik apa salahnya kita ambil.tapi apabila saran tersebut negatif dan memuat kita mundur jangan coba-coba deh ambil saran itu.itu semua harus kita pikirkan secara matang. SEJARAH BAHASA INDONESIA Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja. Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Masa lalu sebagai bahasa Melayu Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern. Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam. Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama. Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini. Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong. Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur". Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa. Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas. Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman Bahasa Indonesia Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor. Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan, "Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan." Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan maupun morfologi bahasa Indonesia. Sumber : http://article.blogspot.com/mencari-jati-diri.html http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia/