Selasa, 29 Mei 2012

Hukum dagang Sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh kuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari. Ada isitlah lain yang perlu untuk dijajarkan dalam pemahaman awal mengenai hukum dagang, yaitu pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan. Pengertian perniagaan dapat ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang sementara istilah perusahaan tidak. Pengertian perbuatan perniagaan diatur dalam pasal 2 – 5 kitab undang-undang hukum dagang Dalam pasal-pasal tersebut, perbuatan perniagaan diartikan sebagai perbuatan membeli barang untuk dijual lagi dan beberapa perbuatan lain yang dimasukkan dalam golongan perbuatan perniagaan tersebut. Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa pengertian perbuatan perniagaan terbatas pada ketentuan sebagaimana termaktub dalam pasal 2- 5 kitab undang-undang hukum dagang sementara pengertian perusahaan tidak ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang. Badan usaha Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusahaan, walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi. • Jenis-Jenis Badan Usaha di Indonesia 1. Koperasi adalah badan usaha yang berlandaskan asas-asas kekeluargaan 2. Badan Usaha Milik Negara (atau BUMN) ialah badan usaha yang permodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah. Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut adalah karyawan BUMN bukan pegawai negeri. BUMN sendiri sekarang ada 3 macam yaitu Perjan, Perum dan Persero. 3. Persero adalah salah satu Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah. Berbeda dengan Perum atau Perjan, tujuan didirikannya Persero yang pertama adalah mencari keuntungan dan yang kedua memberi pelayanan kepada umum. Modal pendiriannya berasal sebagian atau seluruhnya dari kekayaan negara yang dipisahkan berupa saham-saham. Persero dipimpin oleh direksi. Sedangkan pegawainya berstatus sebagai pegawai swasta. Badan usaha ditulis PT < nama perusahaan > (Persero). Perusahaan ini tidak memperoleh fasilitas negara. 4. Yayasan adalah suatu badan usaha, tetapi tidak merupakan perusahaan karena tidak mencari keuntungan. Badan usaha ini didirikan untuk sosial dan berbadan hukum. sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_usaha
Definisi Hukum Perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum. Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dasar Hukum Perikatan Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut. 1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian). 2. Perikatan yang timbul undang-undang. Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen) a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan. b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia 3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming). Azas-Azas Hukum Perikatan Azas-azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni : 1. Azas Kebebasan Berkontrak Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. 2. Azas Konsensualisme Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu : 1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian 3. Mengenai suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Wanprestasi Wanprestasi adalah keadaan dimana debitur tidak memenuhi prestasi (ingkar janji) yang telah diperjanjikan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu : 1. karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhinya kewajiban maupun krena kelalaian, 2. karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi diluar kemampuan debitur, dalam arti bahwa debitur di sini dianggap tidak bersalah. Untuk adanya kesalahan harus dipenuhi syarat-syarat : 1. perbuatan yang dilakukan harus dapat dihindarkan, 2. perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada si pembuat, yaitu bahwa ia dapat menduga tentang akibatnya. Apakah suatu akibat itu dapat diduga atau tidak, aka harus diukur secara obyektif dan subyektif. Obyektif yaitu apabila menurut manusia yang normal akibat tersebut dapat diduga dan subyektif jika akibat tersebut menurut keahlian seseorang dapat diduga. Bentuk Wanprestasi Ada tiga bentuk wanprestasi yaitu : 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali 2. Terlambat memenuhi prestasi. 3. Memenuhi prestasi secara tidak baik. Hapusnya Perikatan Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut : a. Pembaharuan utang (inovatie) Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula. Ada tiga macam novasi yaitu : 1. Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain. 2. Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain. b. Perjumpaan utang (kompensasi) Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata c. Pembebasan utang. Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma. Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya. Dengan pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan : 1. pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang, 2. pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama, 3. pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya. d. Musnahnya barang yang terutang Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur. e. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan. Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan. Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut. Sebelu ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku. Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah pasti karena wali dari A atau A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar jual beli dan penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri. f. Syarat yang membatalkan Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau hapus. Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif. Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu. g. Kedaluwarsa Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu : 1. Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut ”acquisitive prescription”; 2. Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan, disebut ”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis. sumber : http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan fikaamalia.files.wordpress.com/2011/02/azas-hukum-perikatan.doc